Bisu
Pustakawan bukan kutukan. Ia bukan monster atau momok, yang siap merebut permen dari anak kecil. Tapi realitas berwajah lain.
Pustakawan yang gugup dan gagap bisa saja menyulap ruang-ruang perpustakaan menjadi tempat paling bisu: ide-ide terbendung; deham menjadi basi. Pembicaraan adalah suatu hal yang menyalahi ritus. Namun, begitulah ketika menunaikan hasrat di perpustakaan. Belakangan ini, di perpustakaan, seakan kita lupa dinginnya tak saling memerhatikan. (Misalnya untuk sekadar pertanyaan: sedang baca buku apa hari ini, kamu?)
Kita selalu saja ingin perpustakaan yang tidak demikian. Tidak kaku dan berbau angker. Tapi, tak jarang, dari keseolah-olahan bisu itu, terdengar desas-desus di lorong rak-rak buku yang sempit. Bisik-bisik lahir di lorong itu! Pembaca di perpustakaan ingin tak sekadar kunjungan, baca, pulang.
Kultus menjadi gagal!
Sebenarnya apa yang selama ini diimpikan pustakawan dari kebisuan yang ia tanam di perpustakaan? Kita tidak tahu. Pustakawan ahli yang gemar merenung dan tidak disibukan masalah administrasi dari jam buka hingga tutup perpustakaan mungkin bisa menjawabnya. Kendati akan ada pertanyaan baru: masih ada?
Setidaknya, lewat Aan Mansyur, seorang penyair cum pustakawan kita bisa lihat realitas di perpustakaan lewat Cinta Yang Marah. Tokoh 'aku (ingin) membangun perpustakaan berisi musik yang berisik' sedangkan di lain sisi 'dua pustakawan tua yang belum juga bangun dari mimpi mereka'.
Tak ayal pustakaloka malah jadi tempat yang meresahkan untuk didatangi bagi sebagian jenis pembaca. Mereka cemas didakwa pendosa akibat bicara di luar pembicaraan besaran denda, dan tak lebih. Agaknya ada yang mesti kita tengok lagi di sana, di perpustakaan, apakah kita dituntut tuk jadi makhluk paling individual?
Jadi, apakah perpustakaan bersahabat karib dengan kebisuan? Omong kosong.
Buktinya, hari ini kita berlomba-lomba memadukan perpustakaan dengan apapun; cafe misal, atau taman bermain, public corner, bahkan ruang santai di halaman rumah. Dan pada akhirnya kita sibuk menyoal bagaimana menyulap kenyamanan di 'pustakaloka' tanpa pernah mensiasati agar buku-buku tidak kedinginan karena hanya sekadar tuk disinggahi, namun tiada mampu disungguhi.[]

Ulasan yang keren, Kak. :)
BalasHapusTerima kasih, Kak.
Hapus